MENGKRITISI METODE HAFALAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN KITA

Ditulis oleh: Salahuddin (Guru MAN 1 HSS)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menghafal adalah usaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Sedangkan memahami berarti mengerti dengan benar. Lantas, adakah yang lebih baik di antara keduanya?

Tidak ada jawaban pasti mengenai hal tersebut. Namun,  Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyebutkan bahwa kompetensi menghafal tidak diperlukan di masa depan. Menurutnya, tantangan masa dengan memiliki kompleksitas yang tinggi sehingga dibutuhkan kompetensi selain menghafal, yakni kemampuan memahami konsep bacaan (literasi) dan kemampuan mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu kompleks yang abstrak atau nyata (numerasi).[1]

Anak berbakat memerlukan berbagai kebutuhan khusus sesuai dengan ciri keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing anak. Kebutuhan khusus inilah yang memerlukan layanan khusus dalam bentuk pendidikan luar biasa (special education) karena sifatnya yang amat khusus. Pendidikan anak berbakat intelektual berbeda dengan anak yang lain dan seyogyanya amat menekankan pada aspek aktivitas intelektualnya. Disamping itu, pembelajaran anak berbakat harus diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai kemampuannya yang secara riil lebih tinggi dari anak biasa.[2]

Perlu dipahami pula bahwa individu berbakat memerlukan pertimbangan khusus dalam pendidikannya, karena secara kualitatif berbeda dengan individu lainnya. Program pendidikan yang dirancangpun harus berbeda dengan program pendidikan untuk anak lainnya, dengan penekanan luar biasa pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi. Sehubungan dengan itu, hafalan dalam pembelajaran bagi anak berbakat harus sejauh mungkin dicegah. Tekanannya justru pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif.[3]

Doktor bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang, Hasanudin Abdurakhman menjelaskan bahwa menghafal tidak sama dengan belajar. Belajar adalah proses yang berbeda. Sangat berbeda. Perbedaan terpentingnya terletak pada proses pencernaan informasi. Proses mencerna informasi dengan cara menghafal dan memahami akan memberikan hasil yang berbeda. Entah kenapa pembuat kurikulum kita begitu bersemangat untuk menjejalkan sebanyak mungkin pengetahuan kepada anak-anak sejak usia dini. Demikian banyak, sehingga guru tak sanggup membangun pemahaman kepada anak-anak atas setiap subjek pelajaran. Anak-anak pun tak sanggup memahaminya. Akhirnya, dipilihlah jalan pintas, hafalkan saja. Metode menghafal diibaratkan seperti melakukan aktivitas fisik. Kemampuan bisa terbentuk secara sempurna ketika dilakukan secara berulang-ulang. Namun, akan cepat hilang apabila seseorang berhenti melakukannya. “Kalau kita rajin melakukan latihan beban secara berulang, maka otot kita akan membesar. Itu adalah ‘memori’ yang menandai aktivitas (fisik) tadi. Menghafal sama dengan memberi tanda itu pada otak kita. Konsekuensinya, bila prosesnya kita hentikan, maka secara perlahan tanda itu akan hilang. Kita akan lupa.[4]

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, saat menghadiri rapat kerja Komisi X DPR di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019), mengatakan, materi belajar yang dihafalkan anak akan cepat hilang. Untuk mendapatkan angka (nilai) yang baik, dan karena cuma punya beberapa jam, sehingga semua materi harus di-cover yang ujung-ujungnya harus hafal. Tapi setelah selesai ujian, apa yang terjadi bapak-bapak dan ibu-ibu? Lupa. Karena itu, metode belajar dengan cara “memahami konsep” akan lebih efektif diterapkan bagi siswa dan siswi di Indonesia. Sebab, dengan cara ini, mereka dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk menyelesaikan masalah di kehidupan nyata. Perlu metode belajar komprehensif agar mampu memahami dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan, siswa membutuhkan bimbingan belajar yang komprehensif. Bimbingan belajar yang dimaksud mencakup pemberian materi pelajaran, latihan soal, pembahasan, dan rangkuman. Memperbanyak latihan soal dengan berbagai variasi kasus dapat membuat siswa jadi lebih cepat memahami konsep ilmu pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.Adapun pembahasan dari latihan soal juga diperlukan agar siswa memahami jawaban yang benar dan mampu memperdalam konsep ilmu yang dipelajari. Sementara itu, rangkuman materi juga dibutuhkan bagi siswa dalam proses belajar agar mereka lebih mudah mengingat inti materi pelajaran. Meski demikian, metode belajar siswa tidak boleh dilakukan secara monoton agar siswa tidak cepat bosan ketika belajar. Dibutuhkan metode belajar yang variatif untuk membuat siswa betah lama-lama mempelajari ilmu pengetahuan yang berguna bagi hidupnya.[5]

Menghapal adalah salah satu cara guru pada metode pembelajaran Konvesional. Pada pembelajaran  konvensional, menyandarkan pada hafalan, pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru, siswa pasif menerima informasi dari guru, pembelajaran bersifat abstrak (teoritis), memberi tumpukan informasi pada siswa, terfokus pada satu bidang, waktu belajar siswa dihabiskan untuk mengerjakan (buku tugas, mendengar ceramah dan mengisi Latihan/kerja individual) dan perilaku dibangun atas kebiasaan. Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian dan nilai raport. Siswa tidak melakukan hal buruk karena takut hukuman. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik. Pembelajaran ini hanya terjadi di dalam ruangan kelas. Hasil belajar diukur dengan kegiatan akademik dalam bentuk tes (ujian/ulangan).[6]

Pada pembelajaran kontektual (Contextual Theaching Learning), menyandarkan pada pemahaman makna, pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa, siswa terlibat secara aktif dalam prosesi pembelajaran, pembelajaran dikaitkan pada kehidupan nyata siswa, selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan siswa, cenderung mengintegrasikan beberapa bidang, waktu belajar siswa digunakan untuk belajar (menemukan – menggali – berdiskusi - dan berfikir kritis atau mengerjakan proyek dan pepecahan masalah melalui kerja kelompok), perilaku dibangun atas kesadaran’ ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri yang bersifat subyektif. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan. Perilaku tidak berdasarkan motivasi intrinsik. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat kontek dan setting. Hasil belajar diukur dengan penerapan autentik.[7]

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan model  pembelajaran kontektual (Contextual Theaching Learning) dengan pembelajaran model konvensional terletak pada peran siswa dalam model kontektual (Contextual Theaching Learning ) sebagai pelaku pencari informasi sedang pada dalam model pembelajaran konvensional siswa berperan sebagai penerima informasi.[8]

Kelebihan dan kekurangan model konvensional menurut (Purwoto, 2003:67)[9] sebagai berikut ini.

a. Kelebihan Model Pembelajaran Konvensional

1)        Dapat menampung kelas yang besar, tiap peserta didik mendapat kesempatan yang sama untuk mendengarkan.

2)        Bahan pengajaran atau keterangan dapat diberikan lebih urut.

3)     Pengajar dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting, sehingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.

4)     Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena pengajar tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar peserta didik.

5)   Kekurangan buku dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pengajaran dengan model ini.

b. Kekurangan Model Pembelajaran Konvensional

1)  Proses pembelajaran berjalan membosankan dan peserta didik menjadi pasif, karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan.

2)      Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat peserta didik tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3)        Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini lebih cepat terlupakan.

4)  Ceramah menyebabkan belajar peserta didik menjadi belajar menghafal yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

Dari sekian banyak uraian di atas tentang kontra terhadap penggunaan metode Hapalan dalam dunia pendidikan, namun banyak analisis tentang keunggulan dan kelemahan metode hapalan dalam pendidikan sehingga menjadi solusi agar kelemahan itu bisa diatasi.

Dalam penerapannya metode hafalan juga memiliki keunggulan maupun kelemahan. Tetapi, keunggulan ataupun kelemahan tersebut dapat diminimalisir oleh pendidik. Adapun keunggulan dari metode hafalan yaitu: [10]

1.       Metode hafalan sangat efektif untuk menjaga daya ingat peserta didik terhadap materi yang telah dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas Melatih peserta didik dapat berpikir kritis, analisis, aplikatif, dan komprehensif. .( Hermawati,2010)[11]

2.         Dalam pembelajaran, peserta didik akan lebih giat dan meningkatkan minat bacanya melalui hafalan.

3.         Tidak mudah hilang setelah dihafal

4.        Peserta didik mampu memupuk perkembangan dan keberaniannya, serta bertanggung jawab dan mandiri.

5.         Sangat mudah dan sederhana juga mampu membangkitkan rasa percaya diri

6.         Menghafal menjadi solusi jika tidak mampu menguasai dan memahami materi

Kelemahan dari metode hafalan atau menghafal yaitu:

1.   Mesti diiringi pemahaman, karena menghafal tanpa pemahaman akan menjadi sia-sia, dan cenderung mudah lupa. (Ikowiyah,2007)[12]

2.         Membosankan dan monoton.

3.         Banyak memakan waktu, tenaga, dan pikiran.

4.         Pemikirannya tidak banyak berubah karena sebatas apa yang dihafalnya.

5.         Tidak terbiasa mengeluarkan ide atau gagasan.

6.         Mental peserta didik terganggu.

7.        Tidak tepat kepada peserta didik yang mempunyai latar belakang yang berbeda dan membutuhkan banyak perhatian.

Beberapa cara mengatasi kelemahan metode hafalan, yaitu: 

1.         Pengajar menjelaskan materi sampai peserta didik memahaminya.

2.         Menjelaskan latar belakang yang cukup agar lebih mudah dihafal.

3.         Mendorong atau memotivasi hafalan kepada peserta didik.

4.    Memilih teknik hafalan yang lebih ampuh, agar dapat menghafalkan secara keseluruhan atau sebagian.

5.         Peserta didik menghafal materi yang penting-penting saja.[13]



[1] Artikel Pijar Sekolah, Mana Lebih Baik untuk Siswa: Menghafal atau Memahami Pelajaran, https://pijarsekolah.id/blog/mana-lebih-baik-untuk-siswa-menghafal-atau-memahami-pelajaran/

[4] MTsN 5 Karang Anyar, Artikel: Menghapal vs Memahami, Mana Cara Belajar Paling Tepat?https://www.mtsn5karanganyar.sch.id/berita/detail/423546/menghafal-vs-memahami-mana-cara-belajar-paling-tepat-/

 [5] MTsN 5 Karang Anyar, Artikel: Menghapal vs Memahami, Mana Cara Belajar Paling Tepat?https://www.mtsn5karanganyar.sch.id/berita/detail/423546/menghafal-vs-memahami-mana-cara-belajar-paling-tepat-/

 [6] Sakiyem Kiki FN, Jurnal: MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL THEACING LEARNING (CTL), https://babel.kemenag.go.id/id/opini/599/MODEL-PEMBELAJARAN-CONTEXTUAL-THEACING-LEARNING-CTL#_ftn2

[7] Ibid….

[8] Sakiyem Kiki FN, Jurnal: MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL THEACING LEARNING (CTL), https://babel.kemenag.go.id/id/opini/599/MODEL-PEMBELAJARAN-CONTEXTUAL-THEACING-LEARNING-CTL#_ftn2

[9] Purwoto. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika. Surakarta: Sebelas Maret University Press. h.67

[10] Nur Ali, ANALISIS TERHADAP METODE PEMBELAJARAN HAFALAN, Annual Conference on Islamic Education and Thought, file:///J:/Downloads/669-133-1163-1-10-20201103%20(1).pdf , h.140

[11] Hermawati. 2015. Mengenal dan Memahami PAUD. Bandung: Rosda

[12] Ikowiyah, “Pembelajaran Kosakata Bahasa Arab Dengan Metode Menghafal (Mahfudzot) Di Mts An-Nawawi Berjan Purworejo”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2007, hlm. 11

[13] Nur Ali, ANALISIS TERHADAP METODE PEMBELAJARAN HAFALAN, Annual Conference on Islamic Education and Thought, file:///J:/Downloads/669-133-1163-1-10-20201103%20(1).pdf , h.141

 



DAFTAR PUSTAKA

Artikel Pijar Sekolah, Mana Lebih Baik untuk Siswa: Menghafal atau Memahami Pelajaran, https://pijarsekolah.id/blog/mana-lebih-baik-untuk-siswa-menghafal-atau-memahami-pelajaran/

Mardiya, Artikel: Pendidikan untuk Anak Berbakat, https://pemberdayaan.kulonprogokab.go.id/detil/1347/pendidikan-untuk-anak-berbakat

 MTsN 5 Karang Anyar, Artikel: Menghapal vs Memahami, Mana Cara Belajar Paling Tepat?https://www.mtsn5karanganyar.sch.id/berita/detail/423546/menghafal-vs-memahami-mana-cara-belajar-paling-tepat-/

Sakiyem Kiki FN, Jurnal: MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL THEACING LEARNING (CTL), https://babel.kemenag.go.id/id/opini/599/MODEL-PEMBELAJARAN-CONTEXTUAL-THEACING-LEARNING-CTL#_ftn2

Purwoto. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika. Surakarta: Sebelas Maret University Press

Hermawati. 2015. Mengenal dan Memahami PAUD. Bandung: Rosda

Ikowiyah, “Pembelajaran Kosakata Bahasa Arab Dengan Metode Menghafal (Mahfudzot) Di Mts An-Nawawi Berjan Purworejo”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2007

Nur Ali, ANALISIS TERHADAP METODE PEMBELAJARAN HAFALAN, Annual Conference on Islamic Education and Thought, file:///J:/Downloads/669-133-1163-1-10-20201103%20(1).pdf

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Silakan Download pada link disamping ini: DOWNLOAD PDF

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Mohon maaf jika pertanyaan Anda tidak terbalas karena tidak termonitor (offline) atau keterbatasan pengetahuan saya :D