Kritisi Orang Awam terhadap Putusan Pemerintah tentang Penentuan 1 Syawal

Menyatukan awal 1 Syawal 1432 H./ Hari Raya ‘Idul Fitri  tahun ini memang rada-rada susah, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memecahkan permasalahan ini  agar tidak terjadi kebingungan di kalangan umat plus menjaga ukhuwah Islamiyah tetap terjaga dan terjalin dengan baik.

Mencermati proses sidang Isbat yang telah dilaksanakan kemaren, masing-masing Ormas Islam mempunyai argumen-argumen dalam memutuskan awal 1 Syawal ini dan kelihatannya suara terbesar menyatakan bahwa Awal Syawal jatuh pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2011. Maka sudah dapat dipastikan keputusan pemerintah berdasarkan pendapat/keputusan dari ormas-ormas itu. Lalu bagaimana dengan ormas-ormas lain yang notabene nya adalah organisasi/ormas yang kecil, tentunya pemerintah akan tetap menghormati dan mempersilakan kepada mereka untuk melaksanakannya.

Terlepas dari semua itu, sebenarnya ada ketidakadilan dari pemerintah dalam setiap kali mengambil keputusan dalam sidang Isbat tersebut, karena ada banyak ormas yang mempunyai kriteria yang sama dalam menentukan wujudnya hilal yang ikut dalam sidang Isbat, sehingga sudah dapat dipastikan pemerintah akan selalu memutuskan berdasarkan banyaknya putusan yg dibuat oleh ormas-ormas itu sehingga ormas kecil yang lain akan diikuti oleh pemerintah hanya jika pendapat mereka sama dengan ormas yang besar. Jika tidak, tentu saja kita sudah bisa menebak, pemerintah akan mengambil pendapat yang mana untuk memutuskan 1 Syawal tersebut. Kalau ini terus terjadi, maka sidang Isbat itu hanya sebagai syarat belaka.

Kemudian membaca dari berita di VIVAnews.com, Negara-negara Arab Serentak Lebaran Hari Ini (Selasa, 30 Agustus 2011): Arab Saudi dan Qatar sepakat untuk merayakan 1 Syawal pada Selasa, 30 Agustus 2011. Beberapa negara juga membuat keputusan serupa seperti Kuwait, Bahrain, Yaman, Mesir, Yordania, Sudan, Palestina, Syria, dan Lebanon. Kemudian dibeberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga memutuskan 1 Syawal jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011.

Melihat kenyataan ini, ada sesuatu yang cukup mengganjal di kalangan umat Indonesia yang awam seperti saya. Pertanyaan di hati; Kenapa? Ada apa? Keputusan pemerintah ternyata berbeda dengan negara-negara tetangga. Sepintas yang dapat ditangkap dari orang awam seperti saya salah satunya adalah tentang perbedaan KRITERIA terhadap wujudnya hilal. Bisakah kita menyatukan kriteria ini agar tidak ada lagi perbedaan di Indonesia, syukur-syukur juga kalau bisa seragam dengan keputusan pemerintah negara tetangga atau negara-negara besar Islam lainnya.

Dengan melihat fakta di negara tetangga atau negara Islam yang lain, tentu kita bisa belajar dari mereka dan saya sebagai orang awampun bisa menebak “kriteria” mana yang seharusnya “mengalah” jika berkaca dari seragamnya keputusan negara tetangga dan negara-negara Islam lainnya yang menjatuhkan 1 Syawal 1432 H pada hari Selasa, 30 Agustus 2011, karena persatuan umat wajib kita nomor satukan agar tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Wallahu a’lam.

Tradisi Membangunkan Orang ber-Sahur yang Kehilangan Makna


Tradisi membangunkan orang untuk makan sahur memang telah menjadi budaya turun temurun di Indonesia, jenisnya pun berbeda-beda pula, mulai dari ketuk-ketuk rumah tetangga sampai dengan bunyi-bunyian yang sangat meriah bahkan kadang memekakkan telinga. Tradisi inipun mulai berkembang dan tidak hanya sebatas untuk membangunkan orang untuk makan sahur tetapi juga untuk memeriahkan bulan Ramadhan.

Pun, seiring perkembangan zaman, alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan sahur sedikit demi sedikit telah bergeser dari alat-alat tradisional seperti kentongan, rebana, tabuh dan lain-lain  menjadi alat-alat serba Digital, sehingga ada sesuatu yang hilang, walaupun masih ada beberapa kelompok yang masih mau melestarikannya.

Di Kalimantan Selatan tradisi membangunkan orang untuk sahur pada umumnya dikenal dengan istilah “Bagarakan Sahur”.  Di sebuah kota kecil bernama Negara yang terdiri dari 3 Kecamatan; Daha Utara, Daha Selatan dan Daha Barat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan, tradisi ini tetap berkembang namun mengalami perubahan yang cukup signifikan terutama makna “bagarakan sahur” itu sendiri. Laksana pesta jalanan, para kaula muda melampiaskan ekspresinya yang mengarah kepada hura-hura, sehingga membangunkan orang untuk sahur bukan lagi sebagai tujuan utama.
Ada belasan kelompok dimana setiap kelompok kadang terdiri lebih dari 100 orang, lengkap dengan sound system yang diletakkan di atas gerobak atau mobil pickup. Bak Discoutique jalanan, mereka bergerak dari satu kampung kekampung lain diiringi musik disco dengan sound system berkekuatan ribuan Volt sehingga malampun menjadi hingar bingar sampai rumah-rumah penduduk yang dilaluinya ikut bergetar.  Ini menjadi hiburan tersendiri dan tontonan menarik bagi masyarakat yang jarang melihat hiburan selain acara di TV, namun tidak sedikit dari masyarakat yang beranggapan kegiatan ini adalah negatif terlebih lagi di malam-malam bulan Suci Ramadhan ini.

Ada beberapa Video (red: maaf kualitas rendah) "Bagarakan Sahur" yang sempat terekam di Kota Negara Kab. Hulu Sungai Selatan Prop. Kal-Sel;






Posting Twitter & Facebook